Jumat, 25 Februari 2011

Kisah Perjuangan Wanita Medan Perang ( Ummu Amaroh Bin Ka'ab Al-maziniay

Sumber: http://cowscorpio.multiply.com/journal/item/3

Hari itu Nusaibah tengah berada di dapur. Suaminya, Said, sedang berada ditempat tidur. Tiba-tiba Nusaibah mendengar gemuruh bagaikan gunung-gunung batu runtuh. Nusaibah menebak itu pasti tentara musuh, sebab beberapa hari ini ketegangan memuncak disikitar gunung Uhud. Buru-buru Nusaibah masuk kedalam kamar. Suaminya dibangunkan lalu berkata: “abang”, saya mendengar suara aneh menuju gunung Uhud, barangkali orang-orang kafir telah menyerang”.

Said terkejud. Ia menyesal kenapa bukan dia yang mendengar suara itu, malah istrinya, segera ia bangkit dan mengenakan pakaian perangnya, waktu ia menyiapkan kuda, Nusaibah menghampiri seraya membawa sebilah pedang. “Bang, bawalah pedang ini, jangan pulang sebelum menang.”

Said memandang dengan bangga tertuju pada istrinya, secara tangkas dinaikinya kuda itu, lalu diderapnya menuju utara, ia langsung terjun ketengah kancah pertempurang yang sedang berkecamuk. Rasulullah melihat itu dan tersenyum kepadanya. Senyum tulus itu semakin mengobarkan keberaniannya.

Di rumah, Nusaibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya yaitu Amar yang baru berusia 15 tahun dan Sa`ad dua tahun lebih mudah dari amar sedang memperhatikan ibunya dengan cemas. Pada detik-detik itulah tiba-tiba muncul seorang penunggang kuda yang tampak sangat gugup. “ibu, salam dari Rasulullah,” kata orang itu sesudah turun. “Suami ibu, Said telah gugur”. “Inna lillahi wa inna ilaihi raji`un,” gumam nusaibah “Said telah menang perang, terima kasih Allah”.

Setelah pemberi kabar itu berangkat lagi Nusaibah memanggil Amar, “Nak, kau lihat ibu menangis? Ini bukan air mata sedih mendengar bapakmu telah Syahid, aku sedih karena tak punya apa-apa untuk diberikan pada para pejuang Nabi. Maukah engkau ibumu bahagia? “Amar berdebar-debar mengangguk. “Ambillah kuda dikandang dan bawalah tombak warisan ini. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terbasmi,” lanjut Nusaibah.

Mata Amar bersinar-sinar gembira. “Terima kasih ibu, inilah yang Amar tunggu-tunggu dari tadi, Amar was-was kalau-kalau ibu tidak memberikan kesempatan kepadaku”. Putra Nusaibah yang berbadan kurus itu menderapkan kudanya mengikuti jejak ayahnya, didepan Nabi ia memperkenalkan diri, “Saya Amar putra Said, saya datang untuk menggantikan ayah yang telah gugur.”

Nabi yang terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, semoga Allah memberkatimu”.

Hari itu pertempuran berlalu dengan cepat, pertempuran berlangsung hingga sore hari, pagi-pagi seorang utusan pasukan Islam berangkat dari kemahnya menuju rumah Nusaibah, tiba disana perempuan tabah itu termangu menunggu berita, “ada kabar apa? Serunya gemetar “anakku gurgur?” utusan itu menunduk dengan sedih “Betul Bu!” “Inna lillah……….,”gumam Nusaibah lalu menangis, “ibu berduka?” tanyanya. “tidak aku gembira, hanya aku sedih siapa lagi yang aku berangkatkan? Saad masih kanak-kanak”.

Mendengar itu Saad yang berada didepannya menyela, ibu jangan meremehkan saya, akan saya tunjukkan bahwa Saad adalah putra ayahnya. Saadpun meloncat keatas kudanya dan menderapnya bersama utusan itu. Nusaibah dengan besar hati melambai-lambaikan tangannya. Di arena pertempuran, Saad yang masih berumur 13 tahun itu betul-betul menunjukkan kemampuannya dalam menggunakan senjata, telah banyak nyawa orang kafir tercabut oleh anak panahnya, hingga tibalah saat itu, sebilah anak panah menancap didadanya.

Saad tersungkur mencium sambil menyerukan “Allahu Akbar!” kembali Rasulullah memberangkatkan utusan kerumah Nusaibah, mendengar berita kematian ini Nusaibah meremang bulu kuduknya, “Hai Utusan” katanya. “Kau saksikan aku sudah tak punya apa-apa lagi, hanya tersisa satu yaitu nyawaku ini, untuk itu izinkan aku ikut kemedan perang bersama kalian,” kata Nusaibah selanjutnya. Tapi ibu perempuan!”, utusan itu mengingatkan. Nusaibah ternyata tersinggung. “apa? Kau remehkan aku karena aku perempuan? Apakah perempuan juga tidak ingin masuk Syurga melalui Jihad?”. Maka berangkatlah Nusaibah manaiki kudanya menemui Nabi. Tiba disana Rasulullah menjawab, “Nusaibah yang baik, belum waktunya perempuan mengangkat senjata, untuk sementara ibu kumpulkan obat-obatan dan rawatlah tentara yang terluka, pahalanya sama dengan bertempur”.

Setelah mendengar penjelasan Rasulullah ini, Nusaibah lalu menenteng tas dan berangkatlah ketengah pasukan yang sedang berperang, dirawatnya mereka yang luka-luka dengan cermat. Suatu saat ketika ia menunduk untuk memberi minum yang terluka tiba-tiba terciprat darah kerambutnya, ia menengok, kepala seorang prajurit muslim menggelinding terbabat pedang orang kafir.

Timbul kemarahan Nusaibah menyaksikan kekejaman ini, apalagi dilihatnya Rasulullah terjatuh dari kudanya akibat keningnya terserempet anak panah musuh. Nusaibah bangkit dengan gagah berani, diambilnya pedang prajurit yang jatuh itu, dinaikinya kudanya lantas ia mengamuk laksana singa betina, musuh banyak yang minggir diserbu kehebatannya puluhan jiwa telah direnggutnya, hingga suatu waktu orang kafir mengendap dibelakang, dan membabat putus lengan kirinya ia terjatuh terinjak-injak kuda.

Peperangan terus berjalan, gelanggang petempuran makin jauh, sehingga tubuh Nusaibah terongok sendirian, tiba-tiba lewat Ibnu Mas`ud mengendarai kudanya, mengawasi kalau-kalau ada orang yang bisa ditolongnya, sahabat itu melihat seongok tubuh bergerakgerak dengan payah, segera didekatinya, dipercikkannya air ketubuh itu, akhirnya Ibnu Mas`ud mengenalinya “istri Saidkah kamu?” Nusaibah samara-samar melihat penolongnya, lalu bertanya “bagaimana keadaan Rasulullah? Selamatkah beliau?”. Ibnu Mas`ud menjawab “beliau tidak kekurangan sesuatu apapun”. Engkau Ibnu Mas`ud bukan? Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku”. Engkau masih terluka parah Nusaibah”. “jadi engkau menghalangiku membela Rasulullah? Boleh atau tidak?” terpaksa sahabat itu memberikan kuda dan senjatanya.

Dengan susah payah Nusaibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya ke pertempuran. Banyak pula musuh yang dijungkir-balikkan, namun karena tangannya sudah buntung, akhirnya tak urung juga lehernya terbabat putus. Robohlah perempuan itu diatas pasir, darahnya membasahi tanah yang dicintainya. Tiba-tiba langit berubah hitam mendung, padahal tadinya terang benderang, pertempuran berhenti sejenak, Rasulullah kemudian berkata “kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan? Itu adalah bayangan para Malaikat yang beribu-ribu jumlahnya berduyun-duyun menyambut arwah Nusaibah, wanita yang perkasa”. Nusaibah namanya terukir dengan tinta emas dalam sejarah Islam sebagai wanita yang tegar dalam berperan serta membela Agama Allah.



CERMINAN HATI!!!!

Kata-kata Nusaibah "Aku tidak akan mempedulikan persoalan dunia menimpa diriku" setelah ia mendapati Rasulullah mendoa'kan dirinya dan keluarganya menjadi teman-teman Rasul di surga, terdengar begitu tegar dengan kesan yang amat mendalam. Mungkin karena ketidakpeduliannya terhadap urusan dunia dengan segala apa yang bakal menimpanya itulah yang kemudian menjadikannya salah seorang bidadari di surga.
Kini, 15 abad setelah Nusaibah tiada, masihkah ada diantara kita yang berani dengan lantang dan mantap mengucapkan kata-kata seperti yang diucapkan Nusaibah. Masihkah ada diantara kita yang tidak mempedulikan persoalan dunia dan apapun yang dikehendaki Allah selama kita di dunia menimpa diri ini. Mungkin ada, tapi entah dimana dan siapa.

Kalaupun ada, yang jelas dia adalah Nusaibah-Nusaibah abad modern. Kalaupun ada juga, ia tentu tidak akan bersaksi bahwa dialah orangnya, karena seperti Nusaibah bin Ka'ab, ia tidak pernah bersaksi bahwa ia adalah pembela Rasulullah dan agama Allah, melainkan Rasulullah lah yang memberikan kesaksian, "Tidaklah aku menoleh ke kanan dan ke kiri pada peperangan Uhud melainkan aku melihat Nusaibah (Ummu Amarah) berperang membelaku." (Al Ishabah).

Dimana Nusaibah kini, yang siap menyerahkan seluruh hidupnya untuk membela Allah dan Rasul-Nya, yang menjadikan seluruh anggota keluarga adalah mujahid pejuang Allah, yang lebih mengutamakan indahnya surga Allah daripada kenikmatan-kenikmatan dunia yang sesaat dan serba semu, yang tidak pernah khawatir dan merasa takut tidak mendapatkan kesenangan di dunia, karena dimatanya, kesenangan menjadi teman Rasulullah di Surga menjadi keutamaannya.

Dimana Nusaibah kini, yang Allah dengan segala janjinya lebih ia yakini dari segala kepentingan dan urusan dunianya, yang menikah dengan suami yang juga siap menyerahkan hidupnya untuk Allah semata, yang siap menjadikan anak-anaknya tameng Rasulullah di setiap medan perang.

Bisa jadi, bila ada Nusaibah kini, ia akan siap kehilangan segala kenikmatan dunianya, ia rela menjual kesenangan dunianya untuk harga yang lebih mahal, yakni surga Allah. Ia tak pernah bersedih, murung ataupun marah akan setiap ketentuan Allah atas dirinya, ia percaya bahwa Allah akan bersikap adil dengan segala kehendaknya atas setiap manusia, ia begitu yakin, jika tidak ia dapatkan kenikmatan dunia dengan segala perhiasannya, pasti ia akan mendapatkan yang jauh lebih indah kelak sebagai balasan dari amal dan kesabarannya menerima semua ketentuan-Nya. Tapi, dimanakah Nusaibah kini?

Sabtu, 19 Februari 2011

Cahaya Dibalik Kegelapan

Hidup bukan ketakutan
Tapi hidup adalah menghadapi sebuah ketakutan.
Diam bukanlah jalan
Tapi diam adalah harga mati sebuah kemalasan.

Tak selamanya diam adalah emas.
Jika kau diam dalam mulutmu
Janganlah kau diam dalam langkahmu.

Cahaya itu dibalik kegelapan.
Yang semakin kau kejar semakin kau bercahaya.
Dan jangan pernah kau jadikan kegelapan dibalik cahaya
Yang semakin kau kejar semakin kau temukan kegelapan

Man jaddah Wa jaddah
Setiap langkahmu akan dinilai Allah.
Muhasabah dirilah kau.
Dengan menilai angka 10 adalah sebuah nilai mutlak pemberian Allah
Untuk sebuah kebaikan sekecil senyum.
Dan mengangap nilai Allah tak pernah dibayangkan oleh manusia.

Manusia tak akan pernah lolos dari kehidupannya.
Maka jadikan kehidupan lebih berharga
Hidup Cuma sekali, maka jadikan yang terbaik.

Primus Intherpares
Terbaik diantara yang terbaik.

AKU MENGEJAR AKHWAT SEJATI




Ketika kau mengatakan bahwasanya ada yang lebih baik
Dan yang kau katakan sedikit menyakitkan.
Tapi mendorongku untuk terus menjadi yang terbaik.

Yang kita inginkan adalah yang terbaik
Dan yang terbaik adalah sebuah kebaikan.
Aku memang bukan akhwat sejati.
Tapi aku mengejar akhwat sejati

Muslimah cerdas.
Penopang dunia
Pembangun karakter bumi
Pengokoh anak didik.

Aku mengejar akhwat sejati
Yang tak pernah mati
Hanya mati karena meninggalkan jasad.

Aku mengejar akhwat sejati
Teguh dalam aqidah
Kuat menerjang tembok beton

Aku mengejar akhwat sejati
Cinta dengan yang Satu
Kasih dengan An-nass

Akhwat sejati menungguku
Untuk tunduk pada pandangan mata
Hormat pada kehormatannya
Indah hatinya
Senyum ibadahnya

Aku akan menjadi akhwat sejati
Dengan cinta dan kasih,
Ketakutan akan-Nya
Istiqomah dalam jalannya

Dan aku adalah Akhwat sejati
Tak Pernah Menyerah

Nervilia The Golden Winner: MEMANG BUKAN AKHWAT SEJATI

Nervilia The Golden Winner: MEMANG BUKAN AKHWAT SEJATI

MEMANG BUKAN AKHWAT SEJATI




Alunan ayat suci mengalir
Membuat cinta tumbuh kembali
Dahulu kelam
Mulai ada cahaya
Siapa kau?
Membuat hatiku bergetar kembali?

Memberikan sedikit cahaya dalam hatiku.
Rahasia tetap aku simpan
Ketakutan akan kelam yang kembali
Berusaha aku hindari
Tetaplah aku dalam pandangan mata
Awal bahagia ketika mendengar suaramu kembali.
Berakhir dengan kecewa ketika orang lain berkata
Kau lebih memilih akhwat yang sejati

Aku memang tak sempurna
Aku bukan akhwat sejati
Tapi aku akan mengejarnya
Aku akan menuju kesana
Tanpa kau katakan aku adalah rahasiamu
Aku sudah cukup mengerti
Dan aku paham

Lebih menyakitkan
Tapi aku tahu
Jika aku menginkan orang yang lebih baik
Perbaikilah diriku sendiri
Seperti janji Allah dalam An-Nur 26

Jumat, 18 Februari 2011

Tak Perlu Jadi Artis, Cukup Jadi Produser dan Sutradara



Akhir-akhir ini banyak tayangan-tayangan televisi yang menampilkan talkshow, berita, sinetron hingga film mengenai betapa mirisnya pergaulan pemuda-pemudi Indonesia. Mulai dari pelajar SMP-SMA bahkan Sekolah Dasar, hampir seluruhnya pernah, mendengar, melihat bahkan sampai melakukan yang namanya seks bebas. Lalu siapa yang bertanggung jawab dalam masalah bobroknya mentalitas pemuda-pemudi Indonesia tercinta saat ini.
Kalau kita telisik lebih dalam secara umum yang berperan aktif dalam hal ini adalah orang tua. Entah ayah ataupun ibu keduanya sangat berperan. Namun jika ditelusuri lebih dalam lagi peran Ibu yang notabene adalah seorang wanita, lebih berperan secara aktif dalam pembentukan karakteristik anak bangsa.
Seperti pepatah, Wanita adalah tiang Bangsa. Kenapa harus wanita? Yah itulah keistimewaan seorang wanita diciptakan oleh Tuhannya dimuka bumi. Namun pada nyatanya mungkin pepatah itu tak lagi seutuhnya benar, jika kita melihat kemajuan zaman yang semakin edan ini.
Sebelum zaman revolusi tahun 1945, wanita-wanita Indonesia terkenal dengan sifat atau karakternya yang halus, sabar, menarik, hemat, berhati-hati, setia menjalani tugas pokonya, menjadi isteri dan ibu yang baik, bekerja keras untuk membantu tegaknya keluarga dan rumah tangganya, dan sifat-sifat unggul lain yang dicitrakan pada wanita Indonesia sehingga kita mendapat gelar Negara yang ramah dan tamah dalam ketulusan. Kemajuan emansipasi wanita tak lagi mencitrakan wanita Indonesia yang sesungguhnya, tenggelam dalam budaya aslinya, mati dalam menjaga jati diri yang sesungguhnya. Kebebasan wanita telah disalah artikan saat ini, apakah ini sebuah bentuk balas dendam terhadap keterpurukan wanita-wanita zaman dulu yang idealnya hanya “ 3M ( Macak, Manak, Masak)”, yang sekarang dilampiaskan menjadi sikap-sikap wanita yang tak sepatutnya seperti Manak tapi ditelantarkan, Masak tapi pembantunya, Macak tapi agar enak dipandang laki-laki lain, atau berkata lantang pada suami dan orang tua, bahkan yang dulu dikatakan wanita itu hemat dalam pengelolaan uang, sekarang keseharian berbelanja yang berlebihanpun jadi berita menarik di media massa. Apakah itu salah satu bentuk emansipasi yang sesungguhnya?.
Seandainya Ibu kita Kartini masih hidup mungkin disetiap perayaan ulang tahunnya pada tanggal 21 April, beliau akan terus mencucurkan air mata dalam pidatonya karena melihat perjuangannya disalah artikan. Bagaimana tidak, tujuan sesungguhnya beliau memperjuangkan emansipasi adalah untuk menjadikan wanita Indonesia lebih bermartabat atas ilmu dan dedikasinya dalam keluarga hingga bangsanya. Bukan untuk membiarkan generasi-generasinya dijejalkan dengan kebebasan tanpa batas yang menjadikan seluruh anak bangsa berontak terhadap tradisi yang apik dari leluhurnya. Maraknya prostitusi anak, perceraian, fenomena anak balita yang merokok, remaja SMP-SMA yang “Nyabu” dan minum-minuman, sudah merupakan bukti otentik bagaimana lemahnya wanita-wanita saat ini berperan dalam tugas sesungguhnya.
Wahai kaumku yang cantik, bukan saatnya kita berontak dengan embel-embel emansipasi. Kembali pada kodrat dan tugas luhur kita adalah kemuliaan bagi kita. Biarpun kita tak harus menjadi seorang artis dalam kemajuan suatu bangsa, tapi kita harus menjadi produser dan sutradara orang-orang sukses yang nantinya membawa kemajuan bangsa yang hakiki; menciptakan anak bangsa yang cerdas, berprinsip kuat dan bertaqwa pada Tuhannya. Dengan kasih sayang, komunikasi yang utuh, perhatian yang mendalam terhadap keluarga, menjalankan peran dengan penuh konsentrasi, dan yang terpenting adalah memahami seutuhnya jati diri seorang wanita sebagai tiang Negara. Maka keyakinan akan terwujudanya cita-cita pejuang kita, tidak perlu dikhawatirkan ataupun ditangisi lagi.

We  never know,
when we are going to be a corpse
When we will die

As you know, that we never knows anything
About our the beginning one
And the ended one.

Where did we come from
Where will we die
All the questions never you get in anywhere.

There are people lies beyond and laying without means

These are peoples,…. Never know, what their  destiny
Become praying, over pray and over pray again
There’s now more difficult if you gonna be better one
Making a change, to be the winning of live